MAKALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI RUMAH SAKIT
DISUSUN
OLEH :
AHMAD
NAQI NU’MAN D11.2010.01069
HERI
TOMI FERLANDO D11.2010.01088
SIGIT
YOGA SARA D11.2010.01116
OTY
RISMASARI D11.2010.01092
FAKULTAS KESEHATAN
MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIAN
NUSWANTORO
SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kondisi
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) rumah sakit di Indonesia secara umum diperkirakan
termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di
bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut
mencerminkan kesiapan daya saing rumah sakit Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia
akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan rumah sakit sangat ditentukan peranan
mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah
juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja pada rumah sakit. Nuansanya harus bersifat manusiawi
atau
bermartabat.
Keselamatan
kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait
dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan yang akan
semakin meningkatkan kepercayaan pasien/masyarakat. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja di rumah sakit.
Di era globalisasi dan
pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan
keselamatan kerja rumah sakit merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam
hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi
oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi
hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah
ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 dan visi indonesia mencapai MDGS 2014 yaitu gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku
sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,
serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat
kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan rumah sakit, tetapi juga dapat
mengganggu proses penyembuhan dan pengobatan secara menyeluruh, yang pada akhirnya
akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK)
dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan
kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor
penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya
kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan
pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan
karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan
dan kesehatan kerja.
B. Permasalahan
Berdasarkan
penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan di rumah sakit dalam menangani korban dan
mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
C. Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dan peran dari
sisi rumah sakit tersebut dalam
menangani pasien/orang yang sakit
dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan
kerja.
BAB II
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat,
bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan
korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga
dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang
pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK)
dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan
kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor
penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya
kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi
kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami
sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan
lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam
kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk
menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa
upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua
tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan,
mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika
memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS)
termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang
dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung
yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga
sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi
juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di
RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan
instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan
kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi.
Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi
para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan
RS.
B. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan
Dalam
pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya
tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik
maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah
sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :
1. Bahaya
kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat–
obatan).
2. Bahan
beracun, korosif dan kaustik .
3. Bahaya
radiasi .
4. Luka
bakar .
5. Syok
akibat aliran listrik .
6. Luka
sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .
7. Bahaya infeksi
dari kuman, virus atau parasit.
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari
dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta
penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan.
Hasil laporan National Safety Council (NSC)
tahun 2008 menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari
pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum,
terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi
dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja
RS, yaitu sprains, strains : 52%;contussion, crushing, bruising :
11%; cuts, laceration, punctures: 10.8%; fractures: 5.6%; multiple
injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions:
1.9%; infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US
Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).
Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi
cedera punggung tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor
industri lain. Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain,
prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100
perawat per tahun. Cedera punggung menghabiskan biaya kompensasi terbesar,
yaitu lebih dari 1 milliar $ per tahun. Khusus di Indonesia, data penelitian
sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar dengan jelas, namun
diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehubungan
dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.
Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus
penyakit kronis yang diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia
(kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis
dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus
intervertebrae.
Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus
penyakit akut yang diderita petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau
pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran
cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran
kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan
sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka
perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya,
oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS
lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di
RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.
C. Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan
Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah
ditentukan sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut
diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan ( malprektek) serta
mengurangi penyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan
atau fungsi manajemen tesebut menjadi :
A.
/Planning /(perencanaan)
B.
/Organizing/ (organisasi)
C.
/Actuating /(pelaksanaan)
D.
/Controlling /(pengawasan)
a) Planning/
(Perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan
kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit
dan instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi standarisasi
kesehatan pacsa perawatan dan merawat ( hubungan timbal balik pasien – perawat
/ dokter, serta masyarakat umum lainnya ). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan
yang ditentukan meliputi:
a.
Hal apa yang dikerjakan
b.
Bagaiman cara mengerjakannya
c.
Mengapa mengerjakan
d.
Siapa yang mengerjakan
e.
Kapan harus dikerjakan
f.
Dimana kegiatan itu harus dikerjakan
g.
hubungan timbal balik ( sebab akibat)
Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan
) sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup
kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metode-metode yang
dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat
terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan ) makin besar. Oleh karena itu
usaha-usaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan harus
ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan.
b) Organizing/
(Organisasi)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit
/ instansi kesehatan dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat
rumah sakit / instansi kesehatan daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau
nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung
atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat
yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat
daerah (wilayah), di samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di
tingkat daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi
Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :
1.
Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
2.
Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan kerja rumah
sakit / instansi kesehatan .
3.
Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
4.
Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit /
instansi kesehatan.
5.
mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit / instansi
kesehatan.
6.
Dan lain-lain.
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi
/Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007 5/ background image Manajemen
keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat (Patelki,
HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait
dengan kegiatan rumah sakit / instansi kesehatan dapat diangkat menjadi anggota
komisi di tingkat daerah (wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu
organisasi-organisasi profesi atau seminar tersebut dapat juga membentuk badan
independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan.
c)
Actuating/ (Pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan
mendorong semangat kerja, mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai
aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua
aktivitas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan
program kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan
sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu
yang bekerja maupun masyarakat dalam rumah sakit / instansi kesehatan wajib
mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber
kecelakaan kerja dalam rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki
kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan
kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan
dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam
pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau
pertentangan, maka menjadi tugas semua untuk mengambil keputusan
penyelesaiannya.
d) Controlling/
(Pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan
agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau
hasil yang dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan
2 prinsip pokok, yaitu :
a.
Adanya rencana
b.
Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah
sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi
keselamatan kerja bersama di rumah sakit / instansi kesehatan. Sosialisasi
perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun
baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi
kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang
tugasnya antara lain :
1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek-
praktek rumah sakit / instansi kesehatan yang baik, benar dan aman.
2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi
kesehatan memahami cara- cara menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit /
instansi kesehatan.
3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala
peristiwa berbahaya atau kecelakaan.
4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang
keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi
peristiwa berbahaya dan mencegah meluasnya bahaya tersebut.
6. Dan lain-lain.
D. Penegakan
Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah sakit (K3RS) dan Peran Dinas
Kesehatan
- Peraturan Kesehatan Kerja
UU Kesehatan Nomor 23 tahun 2002 pasal 23 tentang kesehatan kerja
menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05/Men. 2006 juga
mengatur bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 100 orang atau
lebih dan atau yang mengandung potensi bahaya wajib menerapkan sistem manajemen
K3 (Bab III Pasal 3).
Rumahsakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena teknologi dan
sarana kesehatan, kondisi fisik rumah sakit dapat membahayakan pasien,
keluarga, serta pekerja. Jika tidak dikelola, rumahsakit tidak terhindar dari
kebakaran, bencana, atau dampak buruk pada kesehatan.
Ringkasan
studi tentang penerapan K3RS di bawah ini bisa dijadikan kasus bagaimana
lemahnya komitmen rumahsakit dalam hal ini.
K3RS di Indonesia telah memiliki 22 peraturan. Di antara seluruh peraturan
itu, paling banyak adalah peraturan menteri (9 buah) dan belum ada sama sekali
peraturan daerah. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat sendiri tidak
memiliki semua dokumen peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Dinas
kesehatan bahkan tidak memiliki satu staf yang mengurusi bidang ini. Tidak ada
tim khusus K3RS. Penjabaran dari regulasi tersebut oleh pemerintah daerah dalam
bentuk peraturan daerah belum ada sama sekali. Padahal mengacu pada PP No. 25
tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan propinsi sebagai otonom maka
pemerintah daerah mempunyai legalitas dalam mengatur regulasi K3RS. Kenyataan
ini barang kali bisa mencerminkan keadaan sebelum desentralisasi. Daerah
melaksanakan apa yang menjadi keputusan pusat dan barang kali karena keputusan
pusat itu pula, regulasi K3RS ini lemah.
- Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai Pilihan Rasional Rumahsakit
Penelitian Bambang mengukur sembilan aspek yang bisa
dijadikan tolok ukur bahwa rumahsakit itu memberikan komitmen pelaksanaan K3RS.
Seluruh rumahsakit menyediakan sejumlah dana untuk keperluan K3RS. Seperti
terlihat dalam tabel di bawah ini, 6 dari 7 rumahsakit belum memiliki sistem
keamanan dan tenaga khusus bidang K3RS. Lima rumahsakit belum memiliki sarana
IPAL dan sistem pengawasan yang memadai. Selain itu, observasi di lapangan,
rumahsakit-rumahsakit ini tidak memiliki sistem pelaporan tentang kecelakaan
maupun penyakit akibat kerja.
Tabel
1. Komitmen rumahsakit dengan kebijakan Regulasi K3RS
No
|
Jenis
komitmen yang ditunjukkan
|
RS1
|
RS2
|
RS3
|
RS4
|
RS5
|
RS6
|
RS7
|
Jumlah
|
%
|
1
|
Dana
|
P
|
P
|
P
|
P
|
P
|
P
|
P
|
7
|
100.0
|
2
|
Kebijakan
|
P
|
P
|
P
|
.
|
.
|
.
|
.
|
3
|
42.9
|
3
|
Pengawasan
|
P
|
P
|
.
|
.
|
.
|
.
|
.
|
2
|
28.6
|
4
|
Penghargaan
dan Sanksi
|
P
|
.
|
.
|
.
|
.
|
.
|
.
|
1
|
14.3
|
5
|
Organisasi
|
P
|
P
|
P
|
.
|
P
|
.
|
.
|
4
|
57.1
|
6
|
Ketenagaan
|
P
|
.
|
.
|
.
|
.
|
.
|
.
|
1
|
14.3
|
7
|
Pengadaan
APD
|
P
|
P
|
P
|
P
|
P
|
P
|
P
|
7
|
100.0
|
8
|
Pengadan
IPAL
|
P
|
P
|
.
|
.
|
.
|
.
|
.
|
2
|
28.6
|
9
|
Membangun
sistim keamanan
|
P
|
.
|
.
|
.
|
.
|
.
|
.
|
1
|
14.3
|
.
|
JUMLAH
|
9
|
6
|
4
|
2
|
3
|
2
|
2
|
.
|
.
|
.
|
PERSENTASE
(%)
|
100
|
67
|
44
|
22
|
33
|
22
|
22
|
44,4
|
.
|
Tabel
2. Tahun Penerbitan, Isi Regulasi dan Bentuk Regulasi K3RS
TAHUN
|
REGULASI
|
Jenis
|
1970
|
Keselamatan
Kerja
|
Undang-undang
|
1975
|
Keselamatan
kerja terhadap radiasi
|
Peraturan
Pemerintah
|
1975
|
Izin
pemakaian zat radioaktif
|
Peraturan
Pemerintah
|
1980
|
Pemeriksaan
kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan K3
|
Peraturan
Menteri
|
1980
|
Syarat-syarat
pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan
|
Peraturan Menteri
|
1981
|
Kewajiban
melapor penyakit akibat kerja
|
Peraturan
Menteri
|
1983
|
Pelayanan
kesehatan tenaga kerja
|
Peraturan
Menteri
|
1989
|
Ketentuan KK
terhadap radiasi
|
Keputusan
Dirjen
|
1992
|
Kesehatan
|
Undang-undang
|
1992
|
Persyaratan
Kesling RS
|
Peraturan Menteri
|
1993
|
Penyakit
yang timbul karena hubungan kerja
|
Keputusan
Presiden
|
1993
|
Komite K3
|
Keputusan
Menteri
|
1993
|
|
Keputusan
Dirjen
|
1996
|
Sistem
Manajemen K3 (SMK3)
|
Peraturan
Menteri
|
1996
|
Pengamanan
bahan berbahaya bagi Kesehatan
|
Peraturan
Menteri
|
1997
|
Pelaksanaan
Audit system manajemen K3
|
Peraturan
Menteri
|
1997
|
Penyelenggaraan
pelayanan radiology
|
Peraturan
Menteri
|
1997
|
Pembentukan
Panitia K3 Rumah Sakit
|
Surat Edaran
|
1997
|
Inspeksi K3
|
Keputusan
Menteri
|
1998
|
Persyaratan
kesling kerja
|
Keputusan
Menteri
|
1999
|
Perubahan
PP18 /1999 terhadap pemgelolaan limbah B3
|
PP
|
2003
|
Komite
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
|
Keputusan
Menteri
|
Tekait
dengan peran regulasi dinas kesehatan, standar K3RS bisa dijadikan sebagai
persyaratan pendirian atau operasi rumahsakit.
Pelaksanaan K3RS pada masa yang lalu ditekankan dengan
pola pembinaan dinas kesehatan. Kebijakan kita selama ini dalam bidang
kesehatan dan keselamatan kerja adalah berupa sosialisasi program, pelatihan
tentang K3RS, menyediakan tenaga khusus, dan membuat pedoman pelaksanaan.
Cara-cara pembinaan seperti itu memperlihatkan hasil
yang minimal. Satu rumahsakit dalam penelitian ini, kebetulan swasta, bisa
menjadi contoh karena mereka telah secara sadar menerapkan standar lebih
internasional. Rumahsakit swasta yang berorientasi internasional menganggap
K3RS adalah strategis bagi pelanggan yang sudah makin kritis. Sifat
kesukarelaan seperti ini bagi rumahsakit pemerintah dan swasta lokal bisa
berakibat buruk. Pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan mau tidak mau perlu
membuat tekanan dari luar agar kesehatan dan keselamatan kerja betul-betul
terjaga.
Pemerintah daerah hendaknya lebih peduli dengan K3RS,
dengan membuat peraturan daerah khusus yang diberlakukan di daerahnya. Dinas
kesehatan bisa mengawasi pelaksanaan K3RS, diikuti dengan tindakan sanksi bagi
yang tidak menerapkannya. Lebih tegas, perlindungan publik dan pekerja seperti
ini harus menjadi persyaratan mutlak dalam pemberian izin pendirian suatu
rumahsakit.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja
Bahaya yang
dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang
mudah terbakar atau meledak (obat– obatan), Bahan beracun, korosif dan kaustik
, Bahaya radiasi , Luka bakar ,Syok
akibat aliran listrik ,Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam
& Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
B.
Saran
Kondisi
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2008 Indonesia menempati posisi yang
buruk jauh di bawah
Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan
kesiapan daya saing pelayanan dan kualitas saranan kesehatan Indonesia di dunia
internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi persaingan
global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan pelayanan tersebut sangat
ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
instansi itu sendiri, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau
aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus lebih bersifat manusiawi
dan bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja pelayanan kesehatan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja pelayanan kesehatan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Allen,
carol Vestal, 1998, Memahami Proses
keperawatan dengan pendekatan latihan , alih bahasa Cristantie Effendy,
Jakarta : EGC
Depkes
RI, 1991, pedoman uraian tugas tenaga
keperawatan dirumah sakit, Jakarta.:Depkes RI
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya,
1996
izin untuk bahan belajar saya ya pak? :) terimaksih
ReplyDelete